Jumat, 16 Juni 2017

Agama dan Kehidupan: Menyatu atau Terpisah?

Kenyataan yang kita jalani hari ini bersaksi akan samarnya nuansa agama dari kehidupan kita. Hal tersebut merupakan akibat dari sedikit pemahaman tentang Islam yang mana hanya kita batasi dengan perkara-perkara atau syiar-syiar ta'abuddiah (peribadatan) saja, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Dan sewaktu-waktu, kita tidak menemukan aplikasi apapun di sekian banyak bidang yang bervariasi yang dapat memberi arahan kepada hidup kita secara islami. Bahkan, kalau kita menemukannya sekalipun, jumlahnya sangat sedikit walaupun banyak orang yang bersemangat dalam melaksanakan syiar-syiar tersebut, khususnya shalat yang merupakan tiang agama. Namun, di depan kita, kita melihat ada yang kurang dalam mu'amalah. Seakan-akan, Allah, yang mana di hadapan-Nya kita berdiri shalat 5 kali sehari, Dia tak melihat kita dan tidak bersama kita setelah kita shalat. Seakan-akan kita mengidap penyakit skizofernia (merupakan kelainan mental yang kronis dan parah yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan berprilaku. Biasanya, pengidapnya akan merasakan hilang hubungan dengan kenyataan. Meskipun tidak seumum penyakit cacat mental lainnya, penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan- kutipan dari penerjemah yang diambil dari https://www.nimh.nih.gov/health/topics/schizophrenia/index.shtml)
         Yang dapat memperparah penyakit dan pemahaman yang salah ini adalah perbuatan-perbuatan beberapa aktris atau penyanyi perempuan dalam talkshow di TV atau radio, tentang bangganya dia sebagai seorang muslimah, atau dia sudah haji 2 kali atau lebih, dia shalat dan puasa di samping dia juga bermain peran dalam aksi yang melanggar adab, membuat video klip yang tidak benar, dan ia yakin bahwasanya ia telah melaksanakan kewajiban agamanya secara sempurna karena dia memahami bahwa Islam adalah shalat, zakat, haji, tidak yang lain. Inilah yang disebut dengan Al-Iflas (bangkrut). 
          Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Apakah kalian tahu siapa itu Al-Muflis (orang yang bangkrut) itu?" Para sahabat menjawab : " Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki harta/barang." Maka, beliau bersabda : "Sesungguhnya Al-Muflis ialah orang dari kalangan umatku yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, puasa, zakat. Namun, dia telah memaki si ini, menuduh tanpa bukti si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul si ini. Maka, orang yang (dimaki) ini diberi bagian dari kebaikannya (si pemaki), orang yang (dituduh tanpa bukti) ini diberi juga dari kebaikannya (si penuduh), apabila kebaikannya sudah habis sebelum selesai proses penghisaban, maka kesalahan-kesalahan orang-orang yang diambil dan dilempar kepadanya dan ia dilemparkan ke neraka." (HR.Muslim, At-Tirmidzi diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
          Hadits tersebut menjelaskan sebuah permasalahan yang berbahaya yang dihadapi seorang Muslim, yaitu terlantarnya kebaikan-kebaikan yang dikumpulkannya dari segi peribadatan yang sifatnya sebagai syi'ar agama dikarena ia melalaikan peribadatan yang sifatnya ta'amuliah (caranya memperlakukan orang/sesuatu). Memaki, memakan harta manusia secara batil baik dalam komersial, riba, atau semacamnya yang merupakan cara-cara penipuan yang terus menerus tanpa henti dilakukan oleh pelakunya, dan dalam masalah warisan dengan menguasai bagian yang tersisa, atau menghalangi perempuan dari mendapatkan bagian, atau selain itu. Ini adalah musibah yang besar. Sayangnya, musibah ini telah tersebar. Kebanyakan orang sudah berprinsip ( Al-Ghaayah Tubarriru Al-Wasilah; maksudnya adalah tujuan kita selama itu baik maka apapun cara mendapatkannya pasti juga jadi baik). Mereka tidak peduli apakah tujuan dan caranya membuat Allah ridha atau murka selama mereka mengerjakan shalat dan zakat.
          Allah Ta'ala berfirman :
                                                                                      إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
 "Sesungguhnya, Allah memerintahkan kalian agar kalian memberikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya." (Q.S An-Nisa : 58)
           Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
"Tidak ada iman orang yang tidak memiliki sifat amanah, dan tidak ada agama orang yang tidak memiliki sifat menepati janji." (HR.Ahmad diriwayatkan oleh Anas bin Malik) Yakni : Sesungguhnya, orang yang mengkhianati amanah -dalam bermu'amalah- menyelisihi Allah dalam urusannya, tidaklah dia beriman menurut hadits ini. Dari hadits ini, bisa diambil pelajaran bahwa syi'ar-syi'ar tersebut (shalat, zakat, puasa, dll) hanyalah bagian dari agama, dan bukan agama seluruhnya (dengan melakukannya, kewajiban agama selesai -pent).
           Pemahaman kita yang kurang akan Islam membuat banyak sekali orang yang enggan dan takut akan agama. Kita shalat, kita puasa, ada juga dari kita yang berhaji setahun sekali, tapi kita berbuat curang, berbohong, menipu. Maka, seandainya cara kita mu'amalah benar, orang-orang pasti akan merasa cinta dengan agama kita.
           Tentang ini, Syaikh Muhammad Ratib An-Nabulsi berkata : "Masalah yang sekarang adalah saudara-saudara kita yang berasal dari negara asing masuk Islam, mereka jujur terhadap Allah 'Azza Wa Jalla dan menjadi terkenal di negeri-negeri mereka, kemudian mereka datang ke Timur -yang merupakan sumber ilmu agama- maka terkejutlah mereka; mereka mendapati kebohongan. Misalnya, seorang wanita Amerika atau Jerman masuk islam dan menjadi bintang di negerinya. Ia datang ke Timur dan berkata : "Ini tidak masuk akal. Apakah ini para muslimah, wahai Syaikh?" Karena itu, saya katakan kalau seandainya mereka datang ke Timur sebelum masuk Islam, mereka tidak akan masuk Islam. Tetapi, nyatanya mereka masuk Islam dan mengira bahwa kami di Timur memiliki sifat istiqamah dan akhlak yang baik. Namun, mereka menemukan sebaliknya. Tidak ada keistiqamahan pada diri kami. Kita memiliki syi'ar-syi'ar Islam, tetapi cuma sebagai sesuatu yang mencolok di perhatian saja. Adapun keistiqamahan, maka sama sekali tidak ada." (Syarh Al-Hadits Asy-Syarif -Ithaful Muslim- Ad Dars (16-44) Ad-Din Al-Mu'amalah) 
             Maka, dengan ini saya katakan kepadamu wahai saudaraku yang mulia. Jagalah dirimu. Jangan menjual agamamu dengan harga yang sedikit, agama adalah mu'amalah dan kami tidak dapat menolong karena kami tidak bisa menolong. Dan saya tidak katakan pada Anda : Jangan shalat! Tetapi, shalatlah, puasalah.  Namun, bukan berarti Anda yang sudah melakukan shalat dan puasa tadi lantas Anda sudah melaksanakan agama ini dengan sempurna.

Sumber : http://www.alukah.net/culture/0/117381/ Fashl Ad-Din 'An Al Hayat oleh Syaikh
              Muhammad Razuk 
Penerjemah : Raihan Syawwary (Santri ALBINAA Islamic Boarding School) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar